ASN Harus Setia Pada Negara, Bukan Bayang-Bayang Kekuasaan Lama.
Oleh: Trisno Okonisator
Pemerintahan Muchendi Supri di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, baru saja berjalan. Tapi awal masa jabatan justru menjadi waktu krusial: fondasi harus diletakkan dengan kuat dan tepat. Tantangan terbesarnya justru bukan dari luar, melainkan dari dalam: Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum sepenuhnya loyal pada pemerintahan baru dan masih terjebak dalam bayang-bayang kekuasaan lama.
Sejumlah pejabat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diketahui masih bercokol di posisinya. Mereka tak hanya bertahan secara administratif, namun juga diduga aktif mempengaruhi arah kebijakan. Ironisnya, sebagian dari mereka bahkan dinilai tidak memiliki kualifikasi sesuai bidangnya. Ini menjadi hambatan serius dalam mewujudkan pelayanan publik yang maksimal.
Para ASN perlu kembali mengingat jati dirinya: abdi negara, bukan abdi penguasa. Gaji mereka dibayar oleh negara, bukan oleh kepala daerah sebelumnya. Maka, loyalitas mereka seharusnya berpihak pada rakyat dan konstitusi, bukan pada jaringan kekuasaan masa lalu. Namun kenyataannya, politik birokrasi masih hidup. Ada yang sibuk mengadu domba, menahan laju perubahan, bahkan menyabotase program-program prioritas pemerintahan Muchendi Supri.
Padahal, rakyat OKI menanti perubahan nyata. Perubahan tidak akan pernah hadir jika panggung pemerintahan masih dikendalikan oleh aktor-aktor lama yang gagal menjawab harapan rakyat. Lebih dari itu, keberadaan ASN yang tidak loyal dan tidak kompeten bisa menjadi ‘matahari kembar’ dalam tubuh birokrasi—menciptakan dualisme kekuasaan yang berbahaya.
Muchendi Supri membawa janji besar lewat program "17 Pro Rakyat". Janji itu tak akan terwujud bila birokrasi masih terjebak dalam sisa-sisa struktur pemerintahan sebelumnya. Apalagi, Bupati sebelumnya disebut-sebut jarang masuk kantor dan meninggalkan beban utang sebesar Rp560 miliar. Kondisi ini adalah warisan yang tidak bisa dianggap enteng.
Reformasi birokrasi bukan sekadar wacana, tetapi keniscayaan. Evaluasi menyeluruh terhadap posisi, kualifikasi, dan integritas ASN di semua lini adalah langkah mendesak. Jangan tunggu badai. Jika tidak segera diantisipasi, bukan tidak mungkin akan datang tsunami politik dan birokrasi yang menggulung harapan rakyat.
Pada akhirnya, ASN harus memilih: menjadi abdi negara yang profesional dan berintegritas, atau tenggelam bersama masa lalu yang penuh kegagalan.
Penulis adalah wartawan media transkapuas com dan pemerhati sosial politik yang tinggal di OKI.