Notification

×

BPKAD

BPKAD

KETUA DPRD OKI

KETUA DPRD OKI

KETUA PKB

KETUA PKB

PKB OKI

PKB OKI

Sintang

Sintang

Him

Him

Di Balik Euforia Idul Fitri: Mengelola Anggaran Dengan Bijak

Minggu, 30 Maret 2025 | 10.11.00 WIB Last Updated 2025-03-30T03:11:35Z


 

 OPINI

Oleh : Trisno Okonisator.


Hari Raya Idul Fitri selalu menjadi momen penuh suka cita. Tradisi mudik, silaturahmi, dan berbagi kebahagiaan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini. Namun, di balik kemeriahan tersebut, sejumlah daerah di Indonesia justru dihadapkan pada kenyataan pahit: defisit anggaran yang terus membengkak. Situasi ini memaksa pemerintah daerah untuk mengambil langkah strategis dalam pengelolaan keuangan, termasuk melakukan pergeseran anggaran ke pos yang lebih prioritas.


Dalam kondisi fiskal yang menekan, kebijakan penghematan harus dijalankan secara cermat. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah memangkas anggaran untuk kegiatan seremonial yang tidak mendesak. Perayaan Idul Fitri sering dikaitkan dengan berbagai acara yang dibiayai oleh APBD, seperti open house pejabat atau pemberian hibah yang kurang terencana. Di tengah tekanan anggaran, kebijakan yang lebih bijak adalah mengalokasikan dana ke sektor yang benar-benar menyentuh kepentingan masyarakat luas.


Sebagai contoh, alih-alih membiayai acara seremonial, anggaran bisa dialokasikan untuk bantuan sosial bagi warga miskin, subsidi transportasi bagi pemudik, atau stimulus bagi pelaku usaha kecil yang terdampak ekonomi. Selain itu, proyek pembangunan yang tidak mendesak juga sebaiknya dijadwal ulang agar tidak semakin membebani keuangan daerah. Jika tidak ada urgensi mendesak, mengutamakan stabilitas fiskal lebih penting daripada membangun proyek baru yang masih bisa ditunda.


Tantangan lainnya adalah kewajiban pemerintah dalam memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan ini harus dikelola dengan cermat agar tidak mengganggu pos anggaran lainnya. Jika diperlukan, pembayaran THR bisa dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, sehingga tidak mengorbankan program prioritas lainnya.


Sejumlah pengamat menilai bahwa pergeseran anggaran ini adalah solusi rasional. Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menekankan bahwa penghematan dalam perjalanan dinas dan pembatasan kegiatan seremonial adalah langkah strategis untuk menjaga kesehatan fiskal. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan bahwa pemerintah daerah tidak bisa terus-menerus bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi kunci bagi keberlanjutan fiskal yang lebih stabil.


Defisit anggaran memang bukan fenomena baru, tetapi dampaknya kini semakin nyata. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), misalnya, menghadapi defisit Rp560 miliar yang diwarisi dari pemerintahan sebelumnya. Situasi ini bahkan berdampak pada keterlambatan pembayaran advertorial bagi media lokal, yang pada akhirnya menyulitkan perusahaan pers dalam membayar THR karyawan mereka. Di Sulawesi Selatan, defisit yang lebih besar, mencapai Rp1,5 triliun, berpotensi menghambat pelayanan publik yang lebih vital.


Pergeseran anggaran tentu tidak selalu populer. Namun, dalam situasi sulit, kebijakan ini menjadi pilihan yang paling masuk akal. Idul Fitri bukan sekadar perayaan, tetapi juga momentum refleksi. Saatnya kita memahami bahwa mengelola anggaran dengan bijak adalah bagian dari tanggung jawab bersama—bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.


Jika anggaran difokuskan pada kebutuhan yang benar-benar mendesak, kita tidak hanya merayakan kemenangan spiritual, tetapi juga memastikan bahwa perekonomian daerah tetap stabil di masa depan.


Penulis adalah wartawan dan pemerhati sosial politik.

×
Berita Terbaru Update