![]() |
Caption : masyarakat ulak Depati kecamatan pampangan blokir jalan masuk PT Kelantan. |
OKI, transkapuas.com – Sejumlah warga Desa Ulak Depati, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), melakukan aksi pemblokiran akses jalan menuju perkebunan kelapa sawit milik PT Kelantan Sakti. Aksi yang berlangsung sejak Senin (10/2) ini merupakan bentuk protes terhadap dugaan penyerobotan lahan serta adanya indikasi pungutan liar dalam rekrutmen tenaga kerja di perusahaan tersebut.
Camat Pampangan, Yudi Irawan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima surat terkait aksi warga tersebut. Ia memastikan kondisi di lokasi masih kondusif dan dalam waktu dekat akan mengundang pihak perusahaan serta pemilik lahan untuk mediasi.
"Dari pihak perusahaan dan pemilik lahan akan kita pertemukan untuk mediasi dalam waktu dekat. Saat ini kondisi di lapangan masih aman," ujarnya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Selasa (11/2).
Ia juga mengimbau masyarakat agar tetap menjaga kondusivitas dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dugaan Penyerobotan Lahan dan Pungli Rekrutmen Karyawan
Aksi pemblokiran ini dipicu dugaan penyerobotan lahan pertanian warga seluas 560 hektare yang dialihfungsikan sebagai akses jalan menuju perkebunan PT Kelantan Sakti. Lahan tersebut diketahui milik Basarudin, mantan Kepala Desa Ulak Depati, yang mengklaim kepemilikannya berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) tahun 2009.
"Saya bersama keluarga sebagai pemilik sah lahan ini sepakat menutup akses jalan menuju kebun sawit karena belum ada ganti rugi dari PT Kelantan Sakti. Padahal, mereka sudah menguasainya lebih dari satu tahun," ujar Basarudin.
Ia mengaku telah berulang kali melayangkan surat somasi kepada pihak perusahaan, namun tidak mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Bahkan, menurutnya, lahan tersebut diduga telah digunakan oleh perusahaan sebagai jaminan ke bank.
Selain permasalahan lahan, warga juga menyoroti dugaan pungutan liar dalam proses penerimaan tenaga kerja di PT Kelantan Sakti. Sejumlah warga mengaku harus membayar sejumlah uang kepada oknum tertentu agar bisa diterima bekerja.
"Kalau tidak punya uang atau tidak kenal orang dalam, susah untuk bisa diterima bekerja di PT Kelantan Sakti. Ini jelas penyalahgunaan wewenang," ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Masyarakat meminta pihak berwenang menyelidiki dugaan pungli tersebut karena dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTKP). Dalam Pasal 12 ayat 1 UU PTKP disebutkan bahwa pegawai yang terbukti melakukan pungli dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Tuntutan Warga
Selain permasalahan lahan dan rekrutmen tenaga kerja, warga juga mempertanyakan kejelasan pembagian hasil kebun plasma yang seharusnya menjadi hak mereka. Hingga saat ini, pihak PT Kelantan Sakti diduga belum pernah melakukan sosialisasi terkait hal tersebut.
"Seharusnya ada transparansi dalam pembagian hasil plasma, karena ini hak masyarakat. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan dari perusahaan," ujar seorang warga lainnya.
Masyarakat berharap pemerintah daerah dan instansi terkait segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, warga mengancam akan terus melakukan aksi hingga ada solusi yang adil bagi semua pihak.( Mas Tris)